[Jangan] Pulang

Wah, sungguh ini sebuah tantangan yang menarik buatku, terutama karena aku seorang #NubieTraveller. Selalu ada kesan istimewa setelah semua perjalanan hidup yang kita lalui. Pasti setiap orang punya kisahnya masing-masing yang tak seorangpun berhak menghakimi kisah tersebut. Hidup terlalu picik jika dihabiskan untuk menghakimi apapun itu sifat dan bentuknya.

Aku ga tau entah sejak kapan aku ingin pergi jauh dari keluarga. Bukan karena aku tak mencintai keluargaku. Mana mungkin aku meninggalkan mereka, orangtua yang membesarkanku dan keluarga besarku seenaknya saja. Tapi, pergi dan keluar dari rumah, menemukan jalan-jalan baru, jalan yang aku belum pernah lewati adalah hal yang sangat ingin terus kulakukan waktu itu. Inilah kisah awal dimulainya travelling pertamaku.

aku: “Aku mau masuk SMA-nya di Sibolga aja”

mama: “emang SMA apa itu jauh sekali dari rumah, jaraknya hampir 7-8 jam dari rumah”

aku: “Ah, pokoknya kesana aja, pengen coba dulu tesnya, ya meskipun yang tes itu semuanya juara-juara kelas dan juara umum di SMP, boleh ya ma, pa?”

papa: “iya pergilah, hati-hati disana”

aku: “kan masih tes pa, belum tau masuk atau ga”

mama:”kau memang sejak dulu dipercaya papa, kemana aja pilihannya selalu diizinin ama papa, padahal kau kan anak perempuan”

aku: “makasih papa, mama” sembari memeluk dan mencium mereka

Sejak itu, persiapan pun dimulai, mulai menambah berat badan karena syaratnya harus 45 Kg dan waktu itu aku hanya 43 Kg. Sementara tinggi badan masih memadai karena waktu itu tinggiku 155 cm lebih. Mama, setiap hari membuatkanku susu 3 kali sehari lengkap dengan biskuit sepiring yang harus kuhabiskan agar cepat menambah berat badan. Dua hari menunju berangkat tes masuk ke SMA di Sibolga, akhirnya berat badan pun bertambah jadi pas 45 Kg. Kami berangkat ber-8 orang tanpa ada orangtua satupun, hanya kami saja.

Untuk pertama kalinya, aku pergi dari rumah bersama teman-teman sejauh 7-8 jam dari rumah, yang aku sendiri tidak pernah tau bagaimana dan seperti apa rupa dan liku perjalanan yang akan kuhadapi. Dibenakku cuma ada tekad yang bulat dan keinginan yang kuat untuk masuk SMA itu.

Waktu itu, aku masih tomboy, berteman dengan perempuan bisa dihitung jari tetapi dengan laki-laki sangat banyak. Tapi itulah aku, entah kenapa aku lebih suka dengan keterusterangan tanpa embel-embel basa-basi di dalamnya. Meskipun aku sendiri perempuan. Setengah perjalanan sudah dilewati. Kepala mulai kliyengan, puyeng, ternyata jalannya cukup mengaharukan, buruk, jika tidak hati-hati bahkan sering terjadi kecelakaan. Perjalanan di Sumatera memang sangat terkenal dengan buruknya infrastruktur jalan, sekalipun berlum pernah menikmati jalan lintas yang nyaman di Sumatera. Bertahan selama di perjalan, berusaha sekuat tenaga menahan sakitnya di perjalanan. Kucoba untuk menutup mata saja berharap ketika aku membuka mata, kami sudah tiba di Sibolga.

Waktu sudah sore, bapak supir sudah memanggil kami, membangunkan kami satu-persatu.

“Sudah mau nyampe ini”, ucapnya.

Sambil setengah sadar dan setengah mengantuk semuanya perlahan membuka mata dan melihat ke arah luar dari jendela. Wah, akhirnya tiba juga di Sibolga. Rumahku yang ada di Pematangsiantar sebuah kota kecil di Sumatera Utara yang membutuhkan 7-8 jam menuju Rumah baru ini. Aku berharap perjalanan ini ga sia-sia. Aku berharap membawa semua kenangan baik ketika pulang nanti dan bertemu kembali dengan orangtua dan keluarga besarku.

Kami mencari tempat untuk kami bisa tinggali selama tes berlangsung, ternyata memang guru-guru sudah menyewakan rumah mereka untuk calon murid yang akan tes masuk ke SMA itu. Akhirnya aku dan teman-teman memutuskan tinggal di rumah pak Mukhlis. Kondisinya bersih, ada air mengalir, kamar mandi yang memadai. Bagiku, itu sudah cukup baik ketimbang teman-teman laki-laki yang mendapatkan tempat tinggal yang jauh lebih sederhana dari rumah pak Muklis. Tapi apapun itu, tak seorangpun dari kami mengeluh, yanga di benak kami hanya persiapan fisik dan mental menuju ujian besok.

Semua calon murid terlihat sudah berkumpul di lapangan, semua mencari-cari lokasi ujian dan sambil berkenalan dengan ruangan dan SMA itu. Kebanyakan memang ditemani oleh orangtuanya dan hanya kami, segerombolan anak-anak pemberani yang datang sendiri tanpa pendamping. Tak masalah, karena kami bisa saling menguatkan satu sama lain, kami sangat kompak, meskipun saat tes nanti semua tidak akan saling kenal dan tak akan sekompak perjalanan yang sudah kami lewati sebelumnya.

Tidak membuang sampah makanan selama travelling menuju Sibolga, tidak merusak segala bentuk termasuk infrastruktur jalan dan fasilitas umum selama travelling. Pokonya harus bertanggungjawab atas segala hal yang digunakan dan ditemui selama travelling. Itu pesan kedua orangtua dan guru kami sebelum kami meninggalkan rumah kami. Syukurlah aku lulus melewati travelling pertamaku ini.

Ujian dimulai dari pagi, kami bersyukur karena pemilik rumah masih menawarkan catering, jadi kami tidak perlu repot mencari makan di luar sana. Perut mules, aku ga tau apa ini karena makanannya atau memang aku grogi karena akan menghadapi ujiannya. Oh tidak, tolonglah aku tidak ingin pulang sia-sia. Aku ingin ikut tes masuk SMA ini dulu, apapun hasilnya nanti setidaknya aku sudah berjuang dulu. Oh perutku, aku tidak ingin pulang dulu, tolong bantu aku. Jangan pulang, jangan pulang, jangan pulang….berulang-ulang kali aku menyebut kata-kata itu. Jelas aku sangat sedih sekali jika harus pulang karena terlambat ikut tes masuk hari pertama. Ini sistem gugur, jika gagal tes hari pertama sudah pasti ga akan lanjut tes kedua dan seterusnya. Aku harus bisa, bagaimanapun caranya. Aku sampai menumpang kamar kecil di rumah pak satpam yang tepat di depan sekolah, aku tak perduli apapun bentuk kamar kecilnya, bahkan kamar kecil itu hanya dibatasi setengah tembok, yang kalau kau melakukan sesuatu atau berbunyi semua orang mungkin akan mendengarnya. Ah, sudahlah…aku harus masuk kamar kecil itu, harus kutuntaskan sebelum terlambat waktuku hanya 5 menit.

Kupandangi jam tanganku si coklat, jam pertama yang mama belikan karena aku akan pergi jauh dari rumah. Sementar sudah kuhabiskan hampir 5 menit di dalam kamar mandi dan belum usai juga rasa mulesnya. Akhirnya kusudahi saja aksiku di kamar kecil itu. Aku tak perduli apa yang akan terjadi nanti, terjadilah, pokoknya aku tidak ingin pulang sebelum tes.

Aku berlari sekencang-kencangnya, berharap belum terlambat dan masih bisa ikut tes masuk SMA itu. Semua mata melihatku yang seolah-olah tak perduli bagaimana rupaku saat tergopoh-gopoh menyeret perlengkapan dan alat tulis dan tasku, belum lagi pakaianku yang mungkin belum rapih karena keluar cepat-cepat dari kamar kecil itu, Sepatu dan rok yang basah karena tersiram air saat di kamar kecil. Ah…aku tak perduli apa kata mereka. Pokoknya aku tidak ingin pulang.

“Ayo cepat, ambil lokasi duduknya”, seorang guru pengawas memerintahkanku dengan suara lugasnya.

Syukurlah, aku masih diperbolehkan ikut tes. Aku tidak akan pulang, aku tidak jadi pulang, sembari menahan rasa mules yang belum tuntas juga, aku terus berbicara sendiri pada diriku. Berharap bisa menyelesaikan tes masuk SMA ini dengan baik. Semua mata memandangiku yang terlihat kacau, kacau sekali, mulai dari dandanan sampai ke semua-semuanya. Aku membalas senyum yang manis untuk semua mata yang melihatku. Rasa senang karena tidak jadi pulang membuatku tidak sedikitpun mengacuhkan arti dan makna mata-mata itu. Mereka sainganku masuk SMA ini, meski mata mereka bermakna kemenangan bagi mereka. Bagiku tidak jadi pulang adalah kemenangan pertamaku dan aku tidak akan menyia-nyiakannya.

Jangan pulang sebelum berhasil

25 thoughts on “[Jangan] Pulang

  1. Kisah perjuangan yang menarik
    Saya juga demikian Jeng
    Sebagai anak tunggal saya harus meninggalkan Emak demi meraih cita2. Emak juga ikhlas melepas kepergian saya.
    Salam hangat dari Surabaya

  2. Pingback: #NubieTraveller Monthly Blog Competition: “Pulang” | TravellersID
  3. sama dari SMA sudah merantau. kampung di Nganjuk. SMA udh kos di Madiun. Kuliah ke Surabaya. Sempet ke Amerika juga. Entah abis ini kemana lgi. Tpi semoga suatu saat bisa berdikari di kampung halaman sendiri…

  4. Waaaaa mbak salut sama perjuangannya, jarak tes sama rumah sekitar 8jam-an berarti jauh banget yaaa
    duh itu knp pake acara mules segala hahahaa
    tapi mba Dame keren, pantang pulang sebelum berhasil, akhirnya ikut tes juga… pengalaman yg lucu mb 🙂

  5. Saya mah anak mama banget…… dari SD sampai SMA , sekolahnya gak jauh2 dari rumah… hiks hiks hiks…. Katanya biar irit ongkos… wkwkwkwwk…
    Sejak Nikah deh baru… melanglang buana… 😀

  6. wah sama dong mbak, aku juga 8 jam perjalanan dari rumah ke sma. sejak itu selalu tinggal jauh dari orangtua, bukan gak sayang, tapi ingin berpetualang 🙂

  7. “Jangan pulang sebelum berhasil”. Jleb banget, Mak… Sebab itu yg tengah aku pikirkan. Membicarakan kembara & pulang selalu menarik buatku. Topik ini semacam magnet yg menarikku ke bilik perenungan. Ah, aku jadi ingin ikutan nulis ini juga… 🙂

Leave a comment